ADVERTISMENT

Info

Kisah Inspiratif Keberhasilan UKM Keluarga yang Sukses, "Sambal Ambyar"

Artikel ditulis olehCici Hokiku

Tiada hari tanpa kehadiran sambal dengan segala sensasinya. Begitu juga juga dengan pemilik The Sambyarr, Vani Sintiya Dewi yang merasa ada yang kurang jika belum bertemu sambal.

The Sambyarr, sebuah merek lokal untuk sambal botolan yang berasal dari Bandar Lampung, Sumatera mulai mendapat tempat di hati para pecinta kuliner pedas.

Vani bersama sang kakak, Ayu Nurlisa berperan mengenalkan The Sambyarr sebagai sambal khas olahan tangan Ibunda tercinta hingga terwujud sebuah bisnis yang sudah mampu melayani pengiriman ke seluruh Indonesia.

Seperti apa kisah perjalanan The Sambyarr? Sambal seperti apa yang dibuat oleh The Sambayarr? Walau mengakui bahwa bisnisnya belum cukup besar, tapi Cerita Inspirasi yang disampaikan Vani mampu membangun sisi lain dari sikap semangat berjuang. Yuk disimak!

Pada tahun 2020 lalu, Vani sebagai pecinta sambal cumi dan harus bekerja berpisah kota dengan keluarga, merasa rindu dengan sambal cumi buat sang Ibu. Setiap kali menemukan sambal cumi di pasaran, Vani merasa rasa sambal cumi tersebut tidak sesuai dengan sambal cumi yang dia kenal.

“Solusi terbaik untuk saya dapat menikmati sambal cumi, tentu saja dengan meminta Ibu untuk membuatkan sambal cumi kesukaan saya. Saat itu, Ibu pun dengan senang hati membuatkan sambal cumi dengan stok yang lumayan banyak.

Sambal cumi dikirimkan dari Bandar Lampung ke Jakarta. Sayangnya karena bahan dasar sambal tanpa pengawet dan sejenisnya, sambal menjadi kedaluwarsa ketika sampai di tangan saya,” ucap Vani mengenang kisah dua tahun yang lalu.

Melihat kondisi sambal cumi kesukaan yang mudah basi, Vani dan Ibunda tentu menjadi sedih.

Alih-alih menyerah, Vani dengan sigap mencari tahu cara pengolahan sambal cumi yang mampu tahan awet dan terjaga kualitasnya. Vani belajar dari banyak platform, salah satunya YouTube.

“Saya terus mencari tahu untuk menemukan cara terbaik dalam mengolah sambal cumi dengan pengemasan yang tepat. Ketika akhirnya resep pengolahan terbaik saya dapatkan, segera saya kirim pada Ibu agar bisa dipraktikkan dan Ibu berhasil membuat sambal cumi dengan ketahanan yang kami harapkan,” ungkap Vani senang.

Melihat solusi yang sudah didapatkan, terbersit dalam benak Vani untuk menjadikan sambal cumi tersebut peluang bisnis.

Setelah berdiskusi dengan Ibunda dan kakak, Vani berhasil meyakinkan bahwa berbisnis sambal cumi berpotensi menambah penghasilan untuk kebutuhan harian.

Mulailah riset dan eksperimen dilakukan untuk mendapatkan rasa sambal cumi yang lebih enak dari sebelumnya.

“Dari resep Ibu sebelumnya, kami membuat penyempurnaan terus menerus agar rasa sambal lebih tajam. Akhirnya kami dapatkan rasa sempurna yang kami harapkan setelah terus mencoba. Senang rasanya! Kemudian saya mulai mempromosikan sambal cumi buatan Ibu padahal merek pun belum kami buat,” cerita Vani.

The Sambyarr Si Sambal Ambyar

Sumber: www.ukmjagowan.id

Menyadari bahwa produk sambal cumi miliknya harus memiliki brand, Vani kembali memutar otak memikirkan nama apa yang sesuai dan menggambarkan kelezatan sambal cumi tersebut.

“Bertepatan dengan pencarian nama yang sesuai dengan produk sambal kami, kata-kata ambyar yang dikenalkan oleh almarhum Didi Kempot sedang sering terdengar. Entah kenapa, makna ambyar terasa pas dengan perasaan campur aduk yang muncul ketika menikmati sambal cumi saking enaknya,” tutur Vani sambal tertawa.

Akhirnya lahir nama The Sambyarr atau sambal ambyar, sebagai merek yang digunakan hingga saat ini. Satu persatu botol The Sambyarr mulai berpindah tangan ke pembeli, yang pada saat itu masih seputar teman-teman kantor Vani.

Tak disangka semua langsung jatuh cinta pada citarasa The Sambyarr.

“Hingga suatu hari, salah satu teman mengungkapkan perasaannya setelah makan The Sambyarr, dengan kalimat Ambyarnya Pwol. Bagi saya, kalimat itu pas sekali untuk digunakan sebagai jargon. Jadilah ‘The Sambyar, Ambyarnya Pwoooolll!!!’,” jelas Vani.

Kini, si sambal ambyar ini sudah menghasilkan 4 varian rasa dengan masa kadaluarsa mencapai 4 minggu. Selain sambal cumi, tersedia juga sambal cakalang, sambal teri medan dan sambal bawang.

“Peran teman-teman dan pelanggan sangat besar bagi tumbuhnya bisnis kami. Kami selalu mencoba mendengarkan dan memenuhi keinginan pelanggan semampu kami. Seperti varian sambal bawang, yang awalnya belum kami produksi, tetapi karena ada permintaan dari pelanggan akhirnya kami coba untuk buat dan sukses diterima juga,” papar Vani.

Dengan memiliki 4 varian, Vani menilai sebagai kelebihan dari The Sambyarr jika dibandingkan dengan penjual sambal sejenis yang umumnya hanya memiliki varian terbatas.

The Sambyarr berhasil menggaet pembeli yang menyukai kepraktisan tanpa harus mengolah sambal sendiri.

“Bisa dikatakan The Sambyarr menjawab kebutuhan anti ribet dari banyak orang. Mulai dari orang yang tidak sempat masak, Ibu rumah tangga hingga mahasiswa.

Cukup ambil sebotol The Sambyarr, tuang, lalu tinggal menikmati makanannya,” ujar Vani.

Seiring lancarnya perjalanan bisnis The Sambyarr, Vani masih harus berkutat dengan siasat dan strategi pada bahan baku cabai.

Harga cabai yang seringkali tidak stabil bahkan melambung tinggi, cukup membuat Vani kalang kabut mengatur harga jual yang stabil.

“Ketika harga cabai sempat naik di 180 ribu rupiah per kilo, kami bingung karena harus mampu menjual The Sambyarr 30 ribu rupiah per botolnya. Sementara hitungan harga sudah kami rancang sesuai harga cabai sebelum kenaikan,” ucap Vani.

Kondisi ini berhasil diatasi dengan strategi bonus produk jika membeli produk The Sambyarr lebih dari 1 botol. Jika situasi harga cabai kembali normal, maka strategi pun kembali seperti semula.

“Kami juga belum bekerja sama dengan petani cabai misalnya, jadi cabai masih kami beli dari pasar.

Sumber daya manusia bisnis kami juga masih terbatas pada saya, Ibu dan kakak.

Kebutuhan tim baru untuk sekarang adalah ada kebutuhan memiliki tim admin untuk mengelola media sosial The Sambyarr supaya lebih optimal mengenalkan produk,” kata Vani.

Walaupun masih banyaknya keterbatasan, produk The Sambyarr cukup digemari melalui penjualan di platform marketplace, seperti Tokopedia, Bukalapak, Blibli dan Shopee.

Meskipun kadang penjualan naik turun, Vani berupaya untuk konsisten dan persisten dalam mengelola bisnisnya di samping masih bekerja sebagai pekerja kantoran.

The Sambyarr juga siap menerima pesanan khusus seperti bingkisan lebaran dengan pencapaian produksi dalam sehari di dapur The Sambyarr sudah mampu menghasilkan 120 botol dengan 4 varian rasa.

Harapan yang ingin dicapai Vani untuk The Sambyarr adalah mengoptimalkan media belajar untuk pengembangan bisnis dengan banyak mengikuti pelatihan UKM, aktif mengisi bazar atau pameran di mana pun dan bisa bermitra dengan toko oleh-oleh.

“Saya harap semakin banyak orang yang mengenal The Sambyarr dan The Sambyarr mampu menjadi salah satu pilihan oleh-oleh khas Lampung yang selalu dicari oleh banyak wisatawan,”ucap Vani mengungkapkan harapan dan mimpi dalam mengembangkan The Sambyarr.

Sahabat UKM, seperti prinsip Vani bahwa semua hal harus berani untuk dicoba, rasanya optimis sekali kelak The Sambyarr akan mewujudkan semua impiannya, ya?

Semoga kisah Cerita Inspirasi Vani dan The Sambyarr dapat menjadi penyemangat para pebisnis pemula untuk senantiasa berani dan bertekun.

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini.

sumber: https://ukmindonesia.id

Komentar

Yuk, ngobrol dan sharing pendapat dengan juragan lainnya.

Artikel Terkait

ADVERTISMENT

AnekaUKM - One-stop Solution for SMEs

Copyright © 2024 AnekaUKM. All rights reserved.