ADVERTISMENT

Tips

Tips Membuat Industri Pangan Lebih Ramah Lingkungan

Artikel ditulis olehCici Hokiku

Kampanye go green atau eco-friendly tentunya sudah tak asing lagi di telinga kita. Apalagi isu perubahan iklim (climate change) merupakan isu yang saat ini banyak dibahas.

Menurut prediksi para ilmuwan, apabila kita tidak segera melakukan tindakan, maka tahun 2100 bumi tak lagi layak dijadikan tempat tinggal.

Oleh karenanya, dengan berbagai kampanye yang ada, kini banyak orang berbondong-bondong untuk go green.

Lebih dari seperlima perusahaan terbesar di dunia sudah menargetkan untuk mencapai emisi bersih nol (net zero emission).

Tak hanya itu, para konsumen juga kini banyak yang melirik produk industri dan UMKM yang go green sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap lingkungan.

Nah, tentu kita tidak mau ketinggalan, kan?

Tips Membuat Industri Pangan Lebih Ramah Lingkungan

Berikut ini tips yang dapat kita terapkan untuk membuat industri pangan dan UMKM Sahabat lebih hijau. Yuk, simak sama-sama!

1. Utamakan Bahan Dasar Lokal

Penggunaan bahan dasar lokal dalam proses produksi pangan dapat mengurangi jejak karbon. Jejak karbon adalah istilah yang digunakan sebagai ukuran jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.

Salah satu langkah konkritnya yakni dengan membeli dari supplier yang jaraknya dekat dengan lokasi produksi.

Ilustrasinya, misalkan, produk Sahabat adalah keripik pisang dan lokasi usaha bertempat di Jakarta.

Maka, dibanding Sahabat membeli pisang dari supplier di Bandung atau yang lebih jauh lagi, sebisa mungkin carilah supplier pisang berkualitas yang berada di Jakarta.

Dengan begitu, asap kendaraan yang dihasilkan untuk mengantar pisang tersebut jadi lebih sedikit, bukan? Nah, inilah yang dapat berkontribusi pada pengurangan jejak karbon.

2. Gunakan Kemasan yang Ramah Lingkungan

Di mana ada produk pangan, di situ pasti ada kemasan. Namun, kemasan pada umumnya menggunakan plastik.

Padahal, plastik termasuk sampah yang paling sulit terurai. Waktu yang dibutuhkan untuk mengurai satu plastik mencapai 1000 tahun. Lama banget, kan? Apalagi kalau jumlah plastiknya mencapai ratusan hingga ribuan.

Kebayang kan, betapa plastik merupakan salah satu polutan lingkungan yang paling mengkhawatirkan?

Oleh karenanya, kini banyak unit usaha baik industri maupun UMKM yang mulai menggunakan kemasan yang terbuat dari kertas, sebagai salah satu bentuk hijrah dari plastik.

Jika menggunakan kantong plastik, maka plastik yang digunakan adalah plastik yang dapat terurai.

Salah satu contohnya adalah plastik buatan Indonesia yang terbuat dari singkong dengan nama Telobag. Kantong plastik ini cocok untuk menggantikan plastik biasa karena tidak mudah larut air dalam suhu ruang.

Inovasi yang sama dilakukan oleh salah satu start-up dari Indonesia, Evoware, yang membuat kemasan dari rumput laut.

Salah satu produknya yang terkenal adalah Ello Jello, yakni gelas yang bisa dimakan.

Saat ini, Evoware menjadi langganan untuk membuat kemasan bagi beberapa perusahaan di negara Eropa dan Amerika. Bruxelwaffle adalah salah satu produk dari Eropa yang memakai kemasan Evoware. Keren banget, kan?

3. Olah Limbah Pangan

Tahukah, bahwa Indonesia menempati peringkat dua penghasil limbah pangan terbanyak di dunia? Menurut data dari Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) tahun 2021, sebagian besar limbah pangan berasal dari proses produksi dan manufaktur, yakni 43,8 persen.

Hanya 11,5 persen limbah pangan dihasilkan pada proses konsumsi. Itu artinya, bisnis produk pangan memiliki peran yang strategis dalam mengurangi limbah.

Limbah pangan yang sifatnya organik sebenarnya dapat diolah menjadi berbagai hal. Contohnya pupuk kompos yang memberi nutrisi serta pakan ternak yang bergizi tinggi.

Atau yang lain lagi, bisa dimanfaatkan kembali menjadi produk pangan yang berbeda.

Salah satu contohnya adalah limbah kulit kopi. Di balik tren konsumsi kopi, ternyata ada limbah yang menjadi tantangan tersendiri.

Peluang pengolahan limbah ini kemudian diambil oleh Adhitya, seorang mahasiswa Universitas Padjajaran. Ia membuat inovasi camilan dari kulit kopi hasil limbah. Kulit kopi tersebut ia jadikan tepung, kemudian dijadikan bahan dasar untuk membuat biskuit.

Contoh lain lagi misalnya limbah minyak. Seperti yang Sahabat ketahui, minyak yang digunakan dalam berbagai proses produksi produk pangan akan menghasilkan minyak atau limbah sisa.

Tapi, sebenarnya minyak ini bisa diolah kembali sehingga tidak dibuang begitu saja. Salah satu idenya adalah dengan dibuat sabun batang atau bahkan pembersih lantai, seperti yang dibuat oleh mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

Nah, bagaimana dengan Sahabat Wirausaha, kira-kira limbahnya bisa diolah menjadi apa?

4. Hemat Energi dan Air

Tak bisa dipungkiri bahwa dalam proses produksi akan melibatkan pemakaian energi dan air. Bukankah begitu, Sahabat Wirausaha?

Meskipun begitu, bukan berarti pemakaian energi dan air dibiarkan begitu saja tanpa diperhatikan dan dikontrol, ya, Sahabat. Sebab ini akan berdampak tidak baik terhadap lingkungan.

Untuk mulai menghemat energi dan air, dapat mengevaluasi terlebih dahulu pemakaian energi dan air yang sudah berjalan selama ini.

Identifikasi bagian mana saja dari proses produksi hingga distribusi yang menggunakannya dan cek kembali: apakah pemakaiannya sudah cukup efektif dan efisien? Adakah kemungkinan untuk menggunakan alat yang lebih hemat energi tanpa mengurangi kualitas proses produksi?

Contoh yang paling sederhana adalah penggunaan lampu.

Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasinya adalah, “Berapa jam lampu ini digunakan? Apakah lampu segera dimatikan ketika tidak lagi diperlukan?” Selain itu, juga dapat menggunakan alternatif bohlam lampu yang lebih hemat energi dibanding lampu biasa.

Bohlam jenis halogen, compact fluorescent lights (CFLs), dan light-emitting diode (LED) dapat menghemat penggunaan listrik hingga 25-80 persen. Enggak cuma itu, lho, Sahabat.

Ternyata lampu yang lebih hemat energi juga hingga 3-25 kali lipat lebih tahan lama dibanding lampu biasa. Meskipun memang perlu diketahui juga, perlu merogoh kocek lebih dalam untuk membeli lampu jenis tersebut.

Tapi, sebenarnya harga yang dibayarkan sepadan dengan keuntungan yang diberikan, bukan? Yakni karena ia lebih ramah lingkungan dan lebih tahan lama.

Contoh lainnya adalah penghematan air seperti yang dilakukan oleh perusahaan Nestlé.

Selama 10 tahun belakangan ini, Nestlé telah mengurangi jumlah konsumsi airnya hingga 33 persen dan hal ini berbarengan dengan jumlah kenaikan volume isi produknya hingga 63 persen.

Dari sini kita juga belajar, bahwa penghematan tidak semerta-merta berujung pada menurunnya kuantitas dan kualitas produksi.

Demikian beberapa tips yang dapat di terapkan agar bisnis pangan Sahabat bisa menjadi aktor go green.

Semoga bermanfaat ya, Sahabat. Dengan pelan-pelan mulai menerapkan go green, mudah-mudahan bisnis Sahabat jadi semakin berkah dan laris manis karena sudah ikut serta dalam merawat bumi tercinta. Salam Wirausaha!

Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat UKM.

Komentar

Yuk, ngobrol dan sharing pendapat dengan juragan lainnya.

Artikel Terkait

ADVERTISMENT

AnekaUKM - One-stop Solution for SMEs

Copyright © 2024 AnekaUKM. All rights reserved.